Sang Tathāgata membabarkan Nakhasikha Sutta untuk menjelaskan betapa sulitnya menjadi manusia dengan perumpamaan debu di kuku.
Pada suatu saat ketika berdiam di vihara Jetavana di Savatthi, sang Buddha datang menghampiri para bhikkhu dan bertanya kepada mereka, setelah sengaja menempelkan debu di kukunya, “Oh bhikkhu, bagaimana menurutmu jika membandingkan debu yang ada di kuku Saya dengan debu yang ada di tanah?” “YM Bhante, jumlah debu di kuku terlalu sedikit dan dapat diabaikan bila dibandingkan dengan debu di tanah, yang jumlahnya jauh lebih banyak,” jawab para bhikkhu dengan penuh hormat. “Oh bhikkhu, begitu juga dengan jumlah manusia yang akan kembali ke alam manusia setelah meninggal dunia, adalah sedikit seperti jumlah debu yang ada di kuku Saya. Jumlah orang yang akan terlahir kembali di alam rendah yaitu alam neraka, alam binatang, alam setan dan alam jin raksasa setelah meninggalkan alam manusia, adalah sebanyak debu yang ada di tanah,” sabda sang Buddha. Dengan demikian betapa sulitnya menjadi manusia telah ditunjukkan dengan jelas.
Untuk mendapatkan kehidupan anda sekarang ini adalah sesulit seperti yang dijelaskan di atas.
Semboyan: Jumlah orang yang kembali ke alam manusia dapat dibandingkan dengan debu yang ada di kuku. Jumlah orang yang menjadi makhluk apāyā dapat dibandingkan dengan debu yang ada di tanah.
Kemudian sang Buddha menasehatkan, “Selagi berada dalam sāsanā, kalian tidak boleh lupa berlatih, karena kalian sudah memiliki kehidupan manusia yang sangat sulit didapat dan jarang seperti debu di kuku Saya.”
“Jangan lupa” adalah nasehat yang biasa diberikan oleh sang Tathāgata, ketika waktu tidak cukup panjang untuk ceramah dhamma yang lengkap. Terkadang nasehat yang diberikan cuma “Appamādena sampādetha”, yang berarti: jagalah perhatian, berlatihlah dengan tekun supaya tujuan bisa tercapai. Nasehat sang Buddha “Jangan lupa” bukanlah berarti jangan lupa menikmati hidup yang bahagia sebagai manusia, dewa atau brahma. Nasehatnya adalah untuk menjaga perhatian penuh dan tidak lupa berlatih meditasi vipassanā yang menuju pencapaian magga, phala dan nibbāna.
Mengapa “Jangan lupa, berlatihlah dengan tekun” ditafsirkan seperti di atas? Mengapa sang Tathāgata menyempurnakan paramī-Nya selama empat asankheyya kappa dan seratus ribu siklus dunia (kappa) tanpa mempedulikan nyawa dan tubuhnya? Tujuannya bukan supaya manusia bisa menikmati kesenangan duniawi, melainkan untuk membebaskan manusia dari berbagai penderitaan misalnya terbebas dari apāyā, dan untuk mencapai magga, phala dan nibbāna yang penuh kebahagiaan. Sehingga nasehat sang Buddha harus ditafsirkan seperti berikut: “Menjaga perhatian penuh, jangan lupa berlatih meditasi vipassanā untuk realisasi magga, phala dan untuk pencapaian nibbāna.”
Semboyan: Selagi masih menjadi manusia, jangan sampai melupakan alasannya.
Kehidupan yang anda miliki sekarang adalah kehidupan yang begitu sulit diperoleh, karena hanya sedikit seperti debu di kuku sang Buddha. Ini juga merupakan kehidupan yang mulia karena menyediakan kesempatan untuk mencegah terlahir kembali di alam rendah (apāyā).
Sumber : ASHIN KUNDALĀBHIVAMSA (THIS NOBLE LIFE)
0 komentar:
Posting Komentar