TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG DI BLOG "DharmaVirya.Blogspot.com", "Selalu Semangat, Belajar, dan Menjalankan Dhamma", Semoga Blog ini bermanfaat untuk orang banyak,.... JANGAN BOSAN-BOSAN YA,.. DI TUNGGU KEDATANGANNYA KEMBALI :)

DharmaVirya To Android

Untuk memudahkan Sahabat membaca artikel-artikel dan update selalu dari blog DharmaVirya.
kini telah hadir digengamanmu, sebuah aplikasi DharmaVirya diandroid,. 
Sahabat bisa langsung Download GRATISSSSS 

CLIK DOWNLOAD

Minggu, 22 Juli 2012

Cinta antara Pasangan dalam Agama Buddha

“Ubahlah  nafsu  menjadi  cinta  yang  murni  seperti  mengubah  metal  menjadi  emas  murni.” (Master Zen Ikkyu)

Cinta  antara  pria  dan  wanita  yang  dianjurkan  dalam  agama  Buddha  bukanlah  cinta  yang  berorientasi  ke  nafsu,  meskipun tidak dipungkiri pula bahwa nafsu selalu mengiringi cinta antara  lawan  jenis.  Cinta  dalam  agama  Buddha  sangat  erat kaitannya dengan  maitri  (metta)  yang  sering  didengungkan  oleh  umat Buddhis. Kasih saying maitri merupakan kasih yang tanpa batas, mutlak  harus  ada  dalam  kehidupan  pasangan  Buddhis,  karena  maitri   merupakan   bahtera   dalam   menjalani   kehidupan   cinta  maupun  pernikahan.  Kasih  Maitri  juga  merupakan  kasih  yang  saling  memberi.  Nafsu  duniawi  dapat  kita  ubah  menjadi  welas  asih  yang  murni  apabila  kita menjalaninya dengan segala kesadaran.

Maitri  karuna  ini  lahir  dari  hati  yang  tanpa  aku,  tidak  mementingkan  diri  sendiri.  “Cinta  kasih adalah  Tathagata,  Tathagata  adalah  cinta  kasih”,  demikian  ungkap  Sang  Buddha  dalam Mahaparinirvana Sutra. Cinta kasih adalah kekuatan yang terbesar dan terdahsyat di dunia ini.

Banyak orang mencari  “soulmate”. Namun soulmate itu tidak dapat ditemukan di luar diri kita, tapi di dalam diri kita. Seseorang hendaknya mampu  menerima kekurangan dan kelebihan dari lawan  jenis  yang ditemuinya.  Seseorang  seharusnyalah  menerima  pasangan  sebagaimana adanya,  sebagaimana  ia  harus menerima  dirinya  sendiri  sebagaimana  adanya.  Kekurangan pasangan  kita,  kita  terima  dan  tetap mencintainya.  Menerima  pasangan  kita  berarti  kita sungguhsungguh mencintainya. Seseorang tidak akan mampu mengubah orang lain.

Seseorang  hanya  mampu  mengubah  diri  sendiri  agar  mengerti  dan  menerima  kekurangan maupun kelebihan orang lain. Banyak orang sibuk mengeluhkan kekurangan pasangan mereka dan  berharap pasangan  mereka  berubah,  ini  adalah  satu  hal  yang  siasia.  Perubahan  ada dalam diri kita sendiri.  

Ketika  anda  berkomitmen  dan  sungguhsungguh  mencintai  pasangan  anda,  mengundang sebuah kebenaran ke dalam hubungan anda, maka hubungan ini dapat menjadi cermin bagi diri kita  sendiri. Cinta mampu  membuat  kita  melihat  ke  dalam  diri  sendiri.  Kita  belajar  untuk mencintai pasangan kita dengan sepenuh hati, meskipun banyak sekali kekecewaan, halangan, kekurangan  yang  diakibatkan  dalam hubungan  dengan  pasangan  kita,  di  situlah  kita  belajar, belajar untuk hidup dengan pengertian dan cinta kasih maitri karuna.

Ajaran  Buddha meyakini  hukum  sebab  akibat  yang  saling  bergantungan.  Apabila kita mampu   mencintai diri kita sendiri, maka kedamaian batin akan menjadi milik kita. Kedamaian batin ini otomatis akan membawa kedamaian dan kebahagiaan pada hubungan dengan pasangan kita maupun  dengan  dunia.  Mencintai  pasangan  kita,  berarti  juga  mencintai  diri  kita  sendiri. Mencintai  diri  sendiri  berarti  juga  mencintai  pasangan  kita.  Maka  dari  itu,  Arya  Nagarjuna menulis  dalam  Mahaprajnaparamita  Upadesha,  Perasaan  (cinta)  di  antara  suami  dan  istri adalah  satu,  meskipun  tubuh  mereka  berbeda  namun  mereka  satu  inti.”  Komitmen  dan  mau mengerti, menjadikan sepasang kekasih menjadi satu inti. 

Dengan   demikian,   ketika   kita   mencintai   pasangan   kita,   maka   kita   juga   menumbuhkan kedamaian  dalam  hati  dan  pikiran  kita  sendiri.  Cinta  kasih  dapat  menghalau  kebencian,  ia memberikan pada kita kekuatan, keindahan dan kebahagiaan dalam hidup ini. 

Setiap hubungan percintaan juga harus ditransformasikan  melalui  Bochicitta  yang  berasal  dari Empat Brahmavihara (maitri, karuna, mudita, upeksha), bagaikan  keempat  lengan  Bodhisattva  Avalokitesvara yang  Maha  Welas  Asih.  Bodhicitta  merupakan  welas asih  yang  tidak  melekat,  welas  asih  yang  menerima dan memaafkan, cinta kasih yang tidak cemburu. Tidak melekat di sini bukan berarti bahwa kita tidak berkomitmen dalam kehidupan cinta kita. Namun yang dimaksud dengan tidak melekat adalah bahwa kita siap dan  waspada  terhadap segala  perubahan  yang terjadi (anitya).  Jujur  dan  mau  mendengar  juga  merupakan kunci berhasilnya suatu hubungan. 
                                                   
“Seorang istri adalah teman [pendamping] terbaik bagi seorang pria” (bhariya ti parama sakha), demikian ucap Sang Buddha dalam Samyutta Nikaya 1. 37. Dan dalam Samyutta Nikaya I

Seorang pasangan bukan hanya merupakan seorang kekasih saja, seorang pasangan jugalah harus  dapat menjadi  seorang  teman,  yang  mampu  menjadi  tempat  kita  curhat,  yang  mau menerima  kita  apa adanya.  Dengan  demikian  seperti  kata  seorang  Mahasiddha  Tibetan, “Kebahagiaan  seorang  wanita adalah  kekasihnya.”    Wanita  atau  pria  yang  mampu  bertindak sebagai  teman  maupun  kekasih,  ia  mampu  memberikan  kebahagiaan  bagi  pasangannya. Seperti  dalam  Sigalovada  Sutta,  teman  yang  baik  adalah  mereka  yang  penolong,  bersama - sama kita  di  waktu  senang maupun  susah,  yan memberi  nasihat  pada kita,  yang  bersimpati pada kita.  
 
Seorang  pria  /  wanita  haruslah  mampu  memahami  perasaan  pasangannya.  Apabila  mereka saling mencintai, mereka bagaikan satu tubuh. Perasaan yang dialami pasangannya akan juga dirasakan olehnya. Seperti Sang Bodhisatta yang berkata pada kekasihnya, Kinnari Canda:  "Air mataku jatuh seperti hujan pada danau di kaki gunung, Tetapi karena penderitaanmu, Canda, hatiku berduka."  

Kitab  Jatakamala  juga  menceritakan  keeratan  hubungan  sepasang  suami  istri.  Alkisah  pada saat tersebut:  Ratu Madri berkata pada suaminya Bodhisattva Vishvantara: “Ke mana engkau akan pergi, aku harus ikut, suamiku. Bersamamu, bahkan kematian akan menjadi kegembiraan bagiku,  hidup  tanpamu  tak mungkin  dapat  kujalani.”  Lalu  Bodhisattva  pergi  bersama  istri  dan anakanaknya,  bersamasama menjalankan  praktik  Dharma  di  tengah  hutan  yang  indah…. Sakra  raja  para  Dewa  menyamar menjadi  seorang  Brahmana  meminta  sang  istri  dari  tangan Bodhisattva.  Bodhisattva  yang  teguh  dalam  ketidak  terikatan  memberikan  Madri  kepadanya. 

Madri yang walaupun menderita, tetap tidak menangis karena memahami sifat suaminya. Sakra yang tersentuh  oleh  kejadian  tersebut,  berteriak:  “Untuk  menghargai  cinta  kasih  seorang  istri dan anak-anak, memberikan mereka demi ikrar tiada keterikatan, mungkinkah bahkan sekedar memahami kemuliaan   yang   seperti   ini?”   “Sekarang   aku   mengembalikan   Madri,   istrimu kepadamu.  Di  mana  lagi  cahaya  bulan  harus  berdiam  jika  bukan  di  bulan?”  (Vishvantara Jataka) 

Suami istri yang saling mencintai adalah bagaikan cahaya bintang dengan bintangnya, bagaikan cahaya matahari dengan mataharinya. Mereka saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena hidup mereka telah menjadi satu. 

Pemuka agama tinggi aliran Gelug, Dalai Lama ke6, bukanlah seorang bhiksu. Pada tahun ia melepaskan jubah kebhiksuannya. Ia mengundang para kaum muda ke Lhasa untuk berpesta, di  sana  ia  bertemu  dengan  seorang  gadis  bernama Dawa Zhuoma. Ketika mereka berpacaran, Tsangyang Gyatso menyanyikan lagulagu cinta padanya: 

 “Jika hanya aku dapat menikahi seseorang yang aku cintai. Kegembiraan mendapatkan permata yang telah terpilih dari dasar samudra yang terdalam, akan aku peroleh.” Senyuman manismu bertujuan untuk mencuri hati mudaku. Jika cintamu padaku adalah sungguh - sungguh, maka berjanjilah padaku dari hatimu yang terdalam.” (Tsangyang Gyatso, Dalai Lama ke-6)

0 komentar:

PROFIL ADMIN

Profil Admin:

dharmavirya.blogspot.com
Motto : "Selalu Semangat, Belajar, dan Menjalankan Dhamma"

 Namo Buddhaya,. Namo Dharmaya,. Namo Sanghaya,. _/|\_

Salam sahabat,...
selamat datang di blog Dharma Virya.

Sebelum panjang x lebar x tinggi :) saya "admin" ingin menampakan diri untuk sahabat dimanapun,.

Nama       : Dharma Virya
TTL          : Tangerang, 07-08-90
Pekerjaan : Design di Star Property
Kegiatan   : Kuliah, Futsal, Lion & Liong Dance, dan Ngeblog.

Walaupun blog ini milik pribadi tapi blog ini bersifat universal. 
Di blog ini memiliki artikel-artikel Dhamma berdasarkan ceramah-ceramah, majalah buddhis, situs buddhis, dan e-book. Yang saya sajikan untuk sahabat, semoga sahabat dapat memahami makna dhamma.

Dhamma  artinya  kebenaran  nyata  yang  dibabarkan  Sang  Buddha,  yang berisikan petunjuk lengkap untuk mencapai kebahagiaan. Dhamma Sang Buddha  bukan  hanya  sesuai  untuk  para  bhikkhu, samanera,  maupun mereka  yang  tinggal  di  vihara  saja.  Dhamma  Sang  Buddha  juga  sangat bermanfaat untuk para perumah tangga yang tinggal dalam masyarakat luas.

Tak hanya berisikan religi semata, tapi juga saya sajikan special untuk sahabat. Tentang berbagai macam cerita, iptek, sains, pengetahuan alam, dan kejadian-kejadian di Dunia.
================================================================

Blog ini memiliki banyak kekurangan, maka dari itu saya ingin sahabat dimanupun memberikan kritik dan saran agar blog ini menjadi lebih baik,.

Jika sahabat memiliki cerita dalam bentuk word, pdf, dll. Sahabat boleh berbagi ke saya dan akan  diposting kedalam blog ini,. sedikit berdana, membahagiakan banyak orang itu luar biasa,.

kirimkan krtik & saran, dan cerita menarik sahabat ke E-Mail : dharmavirya@gmail.com
jangan lupa biodata yg lengkap,. ok sahabat,. :)

Selamat beraktifitas kawan-ku
sabbe satta bhavantu sukhitatta "Semoga semua makhluk berbahagia"