Penulis : M. O’C. Walshe, Willy Liu. Penerjemah : Seng Hansun (Ajaran Buddha dan Kematian), Agustus 2010
Sikap apa yang semestinya dimiliki oleh seorang umat Buddhis sejati terhadap kematian? Mari pertama kita catat bahwa dalam Kristiani Tradisional, sebagaimana dalam Gereja Katholik Roma (yang lebih memiliki kebijaksanaan), perhatian besar diberikan pada kematian. Ritual-ritual khusus dilakukan, dan setiap upaya dilakukan untuk membantu orang-orang yang sekarat untuk meninggal dengan kerangka pikiran yang dianggap benar.
Bagi mereka yang tidak memiliki keyakinan pada alam baka, semua hal seperti itu tidaklah berarti. Bagi umat Buddhis dan penganut paham ‘keberlangsungan’ non-Katholik lainnya, mereka dapat lebih terbuka terhadap kritik-kritik tertentu, namun dasar ajarannya sepenuhnya dijalankan.
Khususnya dalam ajaran Buddha Tibetan, terdapat ketaatan yang serupa, sementara di negara-negara Theravada hal tersebut merupakan kewajiban bagi seorang bhikkhu vipassana untuk membantu mereka yang sekarat.
Tentu saja, kerangka pikiran mengenai bagaimana seorang penganut ajaran Buddha meninggal tidaklah serupa dengan yang diharapkan dari pengikut sebuah agama ‘theistik’.
Namun setidaknya lebih baik untuk mencoba memberikan pemahaman demikian kepada mereka yang sekarat semampu kita, daripada memberikan obat penenang agar mereka menjadi tidak sadar sebagai standar baku yang rutin dilakukan.
Dengan cara itu, mereka akan terlahir lagi di kehidupan berikutnya dalam keadaan yang sama seperti kebutaan dan kebingungan yang telah mereka lalui selama kehidupan ini.
Mari kita catat sekali lagi bahwa pertimbangan-pertimbangan seperti itu hanya dapat ditolak sebagai tidak cukup berharga jika kita sangat yakin bahwa tidak ada bentuk kehidupan berikutnya apapun – dan bahkan dengan dasar itu dapat jadi sangat kejam untuk menghilangkan kenyamanan itu dari mereka yang sekarat.
Karenanya saran yang dibuat dalam lingkaran humanis bahwa rumah sakit keagamaan harus dihilangkan, hanya dapat dikarakteristikkan sebagai hal yang buruk.
Beberapa rumah sakit seperti itu dapat jadi sangat tidak bermanfaat, tetapi sebagian besar setidaknya dapat memberikan sedikit kenyamanan bagi mereka yang sedang sakit dan sekarat. Tentu saja idealnya, mereka semua semestinya adalah para bhikkhu yang telah terlatih!
Namun demikian, saat seseorang benar-benar sekarat sesungguhnya sudah agak terlambat untuk baru memulai berpikir serius tentang kematian.
Kita semestinya telah membiasakan diri kita dengan pemikiran seperti itu jauh sebelum kita berharap hal itu akan terjadi. Dan di samping itu, bahkan bagi mereka yang masih muda dan kuat, kematian masih dapat terjadi secara tiba-tiba. Mors certa – hora incerta, “Kematian itu pasti – waktunya yang tidak pasti.”
Memiliki pemikiran semacam ini di dalam pikiran adalah sebuah aspek penting dalam Pengertian Benar bagi umat Buddha. Dan karenanya latihan Buddhis seperti Meditasi terhadap Kematian (peny. objek) – tidak terlalu populer di Dunia Barat – mestilah dikembangkan.
Kematian bagi umat Buddha sesungguhnya bukanlah akhir dari segalanya – namun kematian berarti putusnya seluruh ikatan yang mengikat kita terhadap keberadaan kita sekarang, dan karenanya, semakin kita tidak terikat pada dunia ini dan belenggunya, semakin siap kita dalam menghadapi kematian, dan pada akhirnya semakin dekat kita melalui jalan yang menuju pada Keadaan Tanpa Kematian – inilah salah satu nama dari Nibbana: amata – “Keadaan Tanpa Kematian”.
Sementara itu, bagi mereka yang belum terlalu jauh menempuh Jalan, kematian tidak dapat dipisahkan dari kelahiran. Keberadaan dalam dunia fenomena ini (samsara) adalah lingkaran kelahiran dan kematian. Yang satu tidak dapat dipahami tanpa yang lainnya, dan tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lainnya.
Kita semua takut pada kematian, namun sebenarnya kita juga harus takut pada kelahiran yang mengikutinya. Dengan latihan, hal ini tidak selalu terjadi. Ketakutan akan kelahiran lagi tidak terlalu kuat dibandingkan dengan ketakutan akan kematian.
Hal ini merupakan bagian dari pandangan pendek kita pada umumnya (bagi mereka yang benar-benar percaya akan kelahiran lagi), dan kenyataan tersebut harus dihadapi. Pencerahan Sempurna hanya akan dicapai saat ada hasrat untuk mengubah seluruh bentuk “kelahiran kembali” – bahkan yang paling menyenangkan sekalipun.
Meskipun kemudian sebagai langkah pertama, penerimaan atas kenyataan akan kelahiran kembali dapat membantu mengatasi ketakutan akan kematian, kemelekatan terhadap kelahiran lagi itu sendiri juga selanjutnya harus diatasi secara bertahap.
Free Download PDF AJARAN BUDDHA DAN KEMATIAN
0 komentar:
Posting Komentar