Oleh : Y.M. Ling Rinpoche. Beliau adalah mantan Guru senior Y.M. Dalai Lama
Dalam ajaran mulia dikatakan, “Semua kebahagiaan di dunia ini datang dari mengedepankan kepentingan bagi semua makhluk; seluruh penderitaan datang karena keinginan untuk mementingkan dirisendiri.” Mengapa seperti ini? Dari harapan untuk mementingkan diri sendiri muncul pemikiran untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri bahkan dengan mengorbankan makhluk lain. Inilah yang menyebabkan terjadinya semua pembunuhan, pencurian, intoleransi, dan lainnya yang kita temui di sekitar kita. Selain menghancurkan
kebahagiaan pada kehidupan sekarang, aktivitas negatif ini juga menanamkan benih karma untuk kelahiran mendatang di alam yang tidak menyenangkan: neraka, makhluk halus kelaparan, dan hewan. Keinginan untuk mementingkan diri sendiri juga bertanggung jawab atas setiap konflik, dari masalah keluarga hingga peperangan di dunia dan karma negatif pun telah diciptakan karenanya.
Apa manfaat dari keinginan mengedepankan kepentingan yang lain? Jika kita mengharapkan makhluk lain bahagia, kita tidak akan pernah melukai atau membunuh mereka—hal ini juga mendukung kelangsungan hidup kita. Kita akan bersikap terbuka dan berempati dengan mereka serta hidup dengan bermurah hati, karma ini akan membuahkan hidup penuh kemakmuran di saat mendatang. Jika kita mengharapkan yang lain bahagia, bahkan ketika seseorang mencelakai atau membuat masalah pada kita, kita mampu menghadapi dengan cinta kasih dan kesabaran, karma ini akan menghasilkan kelahiran dengan tubuh yang menarik di kehidupan mendatang. Singkatnya, semua kondisi kehidupan yang menyenangkan diperoleh melalui karma positif yang dikembangkan karena mengharapkan yang lain bahagia. Kondisi ini sendiri membawa sukacita dan kebahagiaan hidup. Selain itu, ia juga menjadi salah satu penyebab tercapainya nirwana dan kebuddhaan.
Bagaimana caranya? Untuk mencapai nirwana, kita harus mempraktikkan tiga latihan tertinggi6 yakni sila-moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Dari ketiga ini, latihan pertama sangat penting karena merupakan landasan untuk mengembangkan dua yang lainnya. Esensi dari praktik sila adalah menghindari semua tindakan yang merugikan orang lain. Jika kita menghargai orang lain lebih daripada diri kita sendiri, kita tidak akan merasa kesulitan dalam menjalankan sila ini. Batin kita akan tenang dan damai, yang merupakan kondisi yang mendukung praktik konsentrasi dan kebijaksanaan. Dilihat dari sisi lain, keinginan untuk mementingkan orang lain merupakan jalan mulia dan tepat untuk dijalankan. Dalam kehidupan ini, segala sesuatu kita peroleh karena adanya bantuan dari yang lain, baik secara langsung maupun tidak. Makanan yang kita beli dari penjual di pasar, pakaian yang kita kenakan dan rumah yang kita tinggali, semuanya ada berkat bantuan orang-orang lain, dan untuk mencapai tujuan hakiki yakni nirwana dan kebuddhaan, kita benar-benar tergantung pada pihak lain; tanpa mereka kita tidak dapat mempraktikkan meditasi cinta kasih, belas kasih, kebenaran mulia, dan juga tidak dapat mengembangkan pengalaman spritual.
Selain itu, pedoman-pedoman meditasi yang kita peroleh berasal dari Buddha berkat jasa semua makhluk. Buddha mengajarkan hanya untuk manfaat semua makhluk; jika tidak ada makhluk hidup, Buddha tidak akan mengajar. Oleh karena itu, dalam Bodhicaryavatara, Shantideva mengulas hal ini dalam aspek kebajikan, kebajikan semua makhluk setara dengan Buddha. Terkadang, seseorang melakukan kekeliruan karena ia menghormat dan memuliakan Buddha, namun ia tidak suka kepada semua makhluk. Kita semestinya menghargai semua makhluk setinggi penghargaan kita kepada para Buddha.
Jika kita mencari keharmonisan dan kebahagiaan, kita akan menemukan bahwa penyebab kedua hal tersebut adalah kepedulian universal. Penyebab tidak bahagia dan tidak harmonis karena sikap mementingkan diri sendiri.
Pada suatu waktu Buddha adalah manusia biasa, seperti kita. Lalu, Beliau melepaskan ego yaitu sikap hanya mementingkan diri sendiri dan menukar sikap itu dengan cinta kasih universal lalu Beliau memasuki jalan Kebuddhaan. Karena kita masih terbelenggu dengan pikiran ingin mementingkan diri sendiri, kita masih terus tinggal di samsara, tidak memberi manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Salah satu kisah Jataka - Riwayat kehidupan bodhisatwa sebelum menjadi mencapai kebuddhaan menceritakan kisah kelahiran bodhisatwa sebagai kura-kura besar yang menyelamatkan korban-korban kecelakaan kapal dan membawa mereka di atas punggung-nya menuju tepi pantai. Sesampai di pantai, kura-kura ini kelelahan, jatuh pingsan dan tertidur. Namun selama tidur, ia diserang ribuan semut. Ia sadar bahwa semut-semut itu menggigitnya, namun ia berpikir bahwa jika ia bergerak, maka ia akan membunuh banyak sekali hewan. Karena itu, ia tetap diam dan merelakan tubuhnya kepada semut-semut sebagai makanan. Ini merupakan praktik mendalam Buddha dalam memberi kebahagiaan bagi semua makhluk. Banyak sekali dalam Kisah Jataka menceritakan hal yang serupa selama kehidupan bodhisatwa sebelum mencapai kebuddhaan. Beliau menunjukkan pentingnya untuk memiliki aspirasi untuk memberi kebahagiaan bagi yang lain. The Wish-Fulfilling – Fullfilling Tree7 berisi 108 kisah yang serupa.
Jadi, intinya adalah keinginan untuk mementingkan diri sendiri merupakan sebab dari semua pengalaman buruk dan keinginan mendahulukan kepentingan semua makhluk merupakan sebab dari semua kebahagiaan. Penderitaan dari alam kehidupan rendah dan tinggi, semua rintangan praktik spritual dan bahkan kebahagiaan nirwana semata, tanpa pencapaian kebuddhaan, muncul karena keinginan untuk mementingkan diri sendiri, sementara semua kebahagiaan pada kehidupan saat ini dan mendatang muncul dari mendahulukan kepentingan pihak yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar